Thursday, September 8, 2011


Memasuki kompleks Makam  Marhum Pekan yang berada di samping Masjid Raya Pekanbaru kita akan menemukan makam-makam yang bertebaran di sekeliling bangunan makam induk. Bangunan seluas 200 meter persegi itu menjadi salah satu warisan sejarah dari zaman Kerajaan Siak Sri Indrapura. Di dalam nya ada enam makan, salah satunya adalah makam  Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah yang disebut-sebut sebagai Sultan yang perintis pengembangan daerah Senapelan, selebihnya adalah makam anak beserta kerabat.
Sedangkan diluar bangunan terdapat puluhan makam, yang sebagian besar adalah makam keluarga kerajaan.  Dalam waktu sebulan rata-rata ada 200 tamu yang berziarah ke makam tersebut.  Pada tahun 2002 lalu, makam para Sultan tersebut baru dilakukan pemugaran dengan arsitektur bangunan yang kokoh.
Telah lebih dari dua abad yang lalu, Pekanbaru  yang megah, luas dan telah meninggalkan era transisi ini adalah sebuah dusun di tepian sungai Siak.  Dusun itu bernama Payung Sekaki, yang pada awalnya daerah tersebut dibuka oleh penduduk asli Senapelan untuk menjual hasil kebun pada hari tertentu dalam sepekan.
Daerah Senapelan di pimpin oleh seorang Batin, kala itu seorang Batin mempunyai dua fungsi yakni menguasai persukuan dan wilayah Senapelan. Senapelan yang saat itu menjadi pintu gerbang perdagangan karena letaknya yang strategis dan keberadaan sungai Siak memegang posisi penting. Kaum pedagang dari pedalaman (Tapung dan Minangkabau-red) bertemu dengan pedagang dari luar Senapelan. Perkembangan Senapelan sejalan dengan dan berhubungan erat dengan perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Bermula dari meninggalnya Sultan Abdul Jalil Alamsyah yang merupakan sultan pertama pada tahun 1745, menimbulkan sengketa kedua puteranya dalam memperebutkan singgasana. Hingga akhirnya Raja Buang Asmara yang merupakan anak pertama menggantikan singgasana ayahnya di Siak Sri Indrapura. Sementara Raja Alam menyingkir ke Johor.
Ketika menjabat sebagai sultan, Raja Buang Asmara mendapata gelar Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafarsyah. Sementara setelah sekian lama Raja Alam berada di Johor, ternyata Belanda ikut campur dengan membujuk Raja Alam untuk menyerang Sultan Siak Sri Indrapura yang tak lain adalah saudara tuanya.
Setelah berhasil menduduki Siak Sri Indrapura Raja Alamsyah menjadi Sultan disana dan mendapat gelar Sultan Abdul Jalil Alimuddin. Namun untuk menghindari Belanda yang terlalu ikut campur urusan kerajaan, Sultan Abdul Jalil Alimuddin memutuskan untuk menetap di Senapelan. Hingga akhirnya Senapelan menjadi pusat kerajaan Siak.
Dari berbagai sumber diperkirakan istana Siak Sri Indrapura terletak di sekitar Masjid Raya Pekanbaru sekarang. Menurut keterangan pengurus makam, istana Siak itu sudah tidak terlihat bekas-bekasnya sedikitpun. Namun di perkirakan berada di sekitar kampung Bukit tidak jauh dari perkampungan Senapelan, tidak jauh dari Masjid Raya.

Kemudian Sultan mempunyai gagasan untuk membuat pekan atau pasar di Senapelan. Sebelum sempat berkembang memasuki awal tahun 1766 Sultan meninggal dunia.  Dan pengembangan pecan yang telah dirintis oleh Sultan Abdul Jalil Alimuddin di lanjutkan oleh putranya Raja Muhammad Ali yang kemudian ketika menjadi Raja bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul jalil Muazamsyah.
Selanjutnya pada hari Selasa tanggal 21 Rajah 1204 H atau tanggal 23 Juni 1784 M berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar dan Kampar), negeri Senapelan diganti namanya menjadi "Pekan Baharu" selanjutnya diperingati sebagai hari lahir Kota Pekanbaru. Mulai saat itu sebutan Senapelan sudah ditinggalkan dan mulai populer sebutan "PEKAN BAHARU", yang dalam bahasa sehari-hari disebut PEKANBARU.
                Menjadi Ibu Kota Propinsi
Dulu Riau merupakan wilayah propinsi Sumatera Tengah, setelah melalui kongres maka diputuskan resolusi yanga kan disampaikan kepada pemerintah pusat yang isinya menuntut daerah Riau (meliputi Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri dan Kepulauan Riau) di jadikan daerah otonomi tingkat I (Propinsi).
Pada Agustus 1957 diterbitkanlah undang-undang darurta no 19 tahun 1957  dan di undangkan tanggal 10 Agustus 10 tahun 1957 dalam lembaran Negara no 57 tentang pembentukan propinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Karena mengalami berbagai kendala untuk sementara Ibukota Propinsi Riau tidak jadi di Pekanbaru tapi dialihkan ke Tanjung Pinang dengan gubernur pertama Mr SM Amin.
Hingga akhirnya pada Desember 1958melalui mendagri dikeluarkanlah keputusan no 52/1/44-45 menetapkan Pekanbaru menjadi ibukota propinsi Riau. Hingga saat ini wilayah seluas 632,26 km persegi ini terdiri dari 12 kecamatan dan 58 kelurahan (berdasarkan perda no 4 tahun 2003).
Kawasan kompleks Pemakaman Marhum Pekan yang berada di Senapelan, bersebalahan dengan Masjid Raya Senapelan menjadi saksi sejarah para pendiri Pekanbaru. Mereka adalah orang-orang yang merintis Pekanbaru.
“Kompleks makam ini adalah salah satu cagar budaya yang harus kita lestarikan, supaya kelak anak cucu kita tidak menjadi generasi yang durhaka karena tidak mengenal leluhurnya,” ujar Dadang yang sehari-hari merawat dan menjaga kompleks pemakaman tersebut.(Dari berbagai sumber) Oleh : Asrul Rahmawati

Bookmark and Share

0 komentar:

Post a Comment

Kritik,Saran dan Tanggapan Anda Sangat Kami Harapkan
[NO SPAM, SARA, PORNOGRAFI]
Setiap Komentar* akan di Ikutkan dalam Program Top Komentar yang Berhadiah Pulsa Elektrik senilai Rp.10.000,- dan Rp.5.000,- yang di Berikan dua bulan sekali
*Syarat Ketentuan berlaku baca selengkapnya

 
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku Google Pagerank Powered by  MyPagerank.Net